Tampilkan postingan dengan label INDONESIA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label INDONESIA. Tampilkan semua postingan

Jumat, 07 Oktober 2011

PERKEMBANGAN INDUSTRI KOPI DI INDONESIA (SERIAL BUDIDAYA KOPI)

KOPI Perkembangan Industri KOPI di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah tentang pengiriman biji KOPI oleh Gubernur Belanda di Batavia pada tahun 1699 yang kemudian dibudidayakan di Pulau Jawa dan ternyata berhasil. Sejak tahun 1750-an, budidaya KOPI dikembangkan ke luar Jawa seperti Sumatera, Bali, Sulawesi dan Timor. Sayangnya, arah perkebunan KOPI pada masa VOC ini lebih diprioritaskan untuk ekspor, bukan untuk diolah lebih lanjut di dalam negeri. Jadi, industri KOPI praktis tidak berkembang. Baru sejak awal tahun 1920-an, industri KOPI dengan skala rumah tangga mulai muncul, kurang lebih bersamaan dengan diperkenalkannya KOPI robusta pada 1900-an untuk menggantikan KOPI arabika yang hancur karena diserang penyakit yang disebabkan oleh jamur.

Beberapa perusahaan KOPI industri kecil yang muncul pada masa itu dan masih eksis hingga saat ini adalah Kedoeng Ladjoe di Sidoarjo, Jawa Timur (1928), Muntu di Purwokerto, Jawa Tengah, Toko Ujung di Makassar dan Aroma di Bandung (1930). Kemudian UD Basuki yang namanya dahulu KOPI Tigowan di Kendal, Jawa Tengah (1935), UD Putra Mandiri (namanya dahulu Tjeng Guan) dengan merek Cap Singa di Surabaya, KOPI Kapal Api di Surabaya (1927), Nam Hong di Sukabumi Jawa Barat (1942), Segar Harum di Binjai Sumatera Utara (1945), Binri Jamos di Pematang Siantar (1948), dan Sido Mulia di Malang Jawa Timur serta Kemiri Rejo di Magelang Jawa tengah (1949).

Perusahaan-perusahaan KOPI berskala rumah tangga dan skala usaha kecil terus bermunculan hingga decade 1960-an. Tetapi berdirinya perusahaan KOPI skala besar baru dimulai sejak 1965 dengan berdirinya PT Ayam Merak yang ketika itu bernama Pabrik KOPI Banteng. Setelah itu, produsen KOPI berskala besar lainnya terus bermunculan, seperti CV Nefo di Jambi (1966), PT Megah Putra Sejahtera Intisari di Pekan Baru Riau (1969 sebagai Toko Liem), Perusahaan KOPI Sidikalang dan Nusantara di Medan Sumatera Utara.

Adapun produsen-produsen besar yang merajai bisnis perKOPIan di Indonesia saat ini berdiri setelah tahun 1970-an. Dimulai dari PT Inbrasco pada 1972, kemudian disusul oleh PT Santos Jaya Abadi yang sebetulnya kelanjutan dari KOPI Kapal Api yang telah ada sejak 1927 di Surabaya, dan PT Indofood Jaya Raya (1978) yang kemudian berganti nama menjadi PT Nestle Indonesia (2000). Pada periode 1980-an, produsen KOPI yang berdiri adalah PT Sari Incofood Corporation (1984) dan PT Torabika Eka Semesta (1989). Kemudian pada periode 1900-an, perusahaan yang muncul adalah PT Citra Aroma Indah (1991) yang kemudian berganti nama menjadi PT Aneka Coffee Industry (1995).

Rentang waktu yang amat panjang sejarah perKOPIan di Indonesia ini menjadikan jenis minuman ini telah membudaya penggunaannya di seatero nusantara. Bahkan meminum KOPI tidak hanya sebagai kebiasaan, tetapi sudah menjadi sebuah tradisi.

Artikel Terkait:

KARAKTERISTIK USAHA INDUSTRI KOPI DI INDONESIA (SERIAL BUDIDAYA KOPI)PRODUSEN DAN PERKEMBANGAN PRODUK KOPI (SERIAL BUDIDAYA KOPI) BAG 2PETA PRODUSEN KOPI DI INDONESIA (SERIAL BUDIDAYA KOPI)KUNCI SUKSES USAHA / INDUSTRI KOPI (SERIAL BUDIDAYA KOPI)PRODUSEN DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KOPI (SERIAL BUDIDAYA KOPI)

View the original article here

Selasa, 04 Oktober 2011

PETA PRODUSEN KOPI DI INDONESIA (SERIAL BUDIDAYA KOPI)

KOPI Pada tahun 2009 terdapat sebanyak 473 perusahaan KOPI di Indonesia, dimana dari jumlah tersebut yang dipastikan masih aktif berproduksi ada sejumlah 205 perusahaan. Sedangkan Sebanyak 268 perusahaan lainnya merupakan perusahan dengan skala kecil atau skala rumah tangga yang aktifitas produksinya bersifat musiman atau tidak menentu, dan yang tidak dapat dilacak eksistensinya. Dari 205 perusahaan yang aktif tersebut, sebanyak 167 perusahaan memproduksi KOPI bubuk dan 57 perusahaan memproduksi KOPI mix instan. Yang menarik adalah sebagian besar dari perusahaan-perusahaan yang masih aktif tersebut (99 perusahaan atau 48,3%) justru berada di Pulau Jawa (DKI, Jawa Timur dan Jawa Barat). Dari 99 perusahaan tersebut, yang berdomisi di DKI merupakan yang paling banyak yakni 30 perusahaan. Padahal, DKI jelas tidak memiliki perkebunan KOPI. Jawa Timur yang merupakan salah satu sentra KOPI nasional masih wajar jika memiliki produsen sebanyak 22 perusahaan. Tetapi, Pulau Sulawesi yang merupakan sentra produksi KOPI nasional, utamanya Sulawesi Selatan, produsen yang masih aktif justru tinggal 9 perusahaan saja. Sentra produsen lainnya seperti Lampung hanya ada 8 produsen yang masih aktif, dan di Bengkulu hanya ada 2 perusahaan saja.

Hal ini memberikan indikasi bahwa perputaran ekonomi di sentra produksi KOPI tertentu masih belum berkembang dengan baik, karena added value dari KOPI belum dapat dinikmati masyarakat setempat. KOPI masih dijual dalam bentuk asalan. Pembelian KOPI oleh produsen yang letaknya relatif lebih jauh dari sentra produksi KOPI, setidak-tidaknya relatif menekan harga ditingkat petani. Apalagi biaya transportasi lokal masih dikenal berbiaya tinggi.

Jumlah Produsen KOPI dan Penyebarannya, 2009

Selanjutnya, jika dilihat dari segi jenis KOPI olahan yang dihasilkan, produsen KOPI di Indonesia masih terbesar memproduksi KOPI bubuk atau KOPI mix, dan hanya sebagian kecil saja yang memproduksi KOPI instan. Kecilnya jumlah produsen dari KOPI instan (pure instant) disebabkan karena investasinya jauh lebih besar, dan pasarnya di dalam negeri masih jauh lebih kecil dibandingkan KOPI bubuk.

Dari data menunjukkan bahwa produsen yang menguasai pasar KOPI instan di Indonesia hanya terdiri atas tiga perusahaan saja, yakni PT Nestle Indonesia yang berdomisili di Lamping dengan kapasitas 12.000 ton per tahun, PT Sari Incofood Corporation dengan kapasitas produksi sebesar 3.000 ton per tahun, dan PT Torabika Eka Semesta dengan kapasitas produksi mencapai 3.600 ton per tahun.

Jika dilihat dari status permodalan perusahaan, dari 205 perusahaan yang dipastikan aktif beroperasi tersebut, ternyata hanya 5 (lima) perusahaan saja yang menggunakan fasilitas penanaman modal asing (PMA), yaitu PT Aneka Boga Nusantara, PT Aneka Coffee Industry, PT Carrefour Indonesia, PT Nestle Indonesia, dan PT Toarco Jaya.

Tetapi PT Carrefour Indonesia yang pemodal asingnya berasal dari Perancis yakni Continent Hyermarces, dan dari Belanda yakni Carrefour Nederland B.V. dan Onesia B.V. sebetulnya belum memiliki pabrik KOPI di Indonesia, sehingga perusahaan ini masih bekerja sama dengan PT Goodfood Indonesia dalam bentuk mitra sewa produksi (makloon). Sedangkan PT Toarco Jaya yang pabriknya berlokasi di Tana Toraja, pemodal asingnya berasal dari Jepang yang diwaliki oleh Sulawesi Development Company Ltd, dan mitra lokalnya adalah PT Utesco.

PT Aneka Boga Nusantara sendiri pemodal asingnya berasal dari dua negara yakni dari Jepang (Daesang Japan Inc.) dan dari Korea Selatan (Daesang Food Corporation) dengan mitra lokal yakni PT Miwon Indonesia Tbk dan PT Jico Agung.

Selanjutnya yang memanfatkan fasilitas penanaman modal dalam negeri (PMDN) terdapat 9 perusahaan, berturut-turut PT Inbraco (Jakarta), PT Torabika Eka Semesta (Jakarta), PT Tri Cipta Chandra (Tangerang), PT Megah Putra Sejahtera (Makassar), PT Setia Unggul Mandiri (Makassar), PT Konimex (Solo), PT Perkebunan Nusantara IX (Kendal), PT Perkebunan Nusantara XII (Jember), dan PT Putra Bhinneka Perkasa (Depasar). Artinya, mayoritas produsen KOPI lokal (191 perusahaan) belum memanfaatkan fasilitas penanaman modal dari BKPM.

Artikel Terkait:

PRODUSEN DAN PERKEMBANGAN PRODUK KOPI (SERIAL BUDIDAYA KOPI) BAG 2KARAKTERISTIK USAHA INDUSTRI KOPI DI INDONESIA (SERIAL BUDIDAYA KOPI)PRODUSEN DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KOPI (SERIAL BUDIDAYA KOPI)KUNCI SUKSES USAHA / INDUSTRI KOPI (SERIAL BUDIDAYA KOPI)PERKEMBANGAN PRODUKSI KOPI DI INDONESIA

View the original article here

PERKEMBANGAN PRODUKSI KOPI DI INDONESIA

KOPI Indonesia merupakan negara produsen KOPI keempat terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Colombia. Kemampuan Indonesia sebagai salah satu produsen KOPI terbesar di dunia adalah merupakan kisah panjang sejak jaman Pemerintah Hindia Belanda sejak awal 1900-an. Ketika itu, pemerintah Hindia Belanda menjadikan KOPI sebagai salah satu komoditas andalan ekspor. KOPI dihasilkan oleh perkebunan-perkebunan yang dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda dan hampir seluruh hasilnya diekspor, kecuali KOPI yang tidak laku diekspor. KOPI yang berkualitas rendah ini dijual ke pasar dalam negeri. Sejalan dengan didirikannya perkebunan KOPI pada masa itu, maka menjamur pulalah industri pengolahan KOPI bubuk meski secara mayoritas skala usahanya masih industri menengah kecil. Cikal bakal produsen KOPI terbesar saat ini, seperti merek Kapal Api telah berdiri pada saat itu (1927).

Pertumbuhan produksi KOPI olahan, terutama KOPI bubuk pun terus menanjak. Produksi KOPI bubuk Indonesia pada 2008 telah mencapai 129.659 ton. Dalam lima tahun terakhir (2004-2008), pertumbuhan produksi KOPI ini mencapai rata-rata 5,0 persen per tahun. Sebagaimana akan dibahas di Bab lain dalam Buku Studi ini, dimana hampir seluruhnya produksi KOPI bubuk dalam negeri dikonsumsi di pasaran lokal, artinya pertumbuhan yang relatif mendatar tersebut merupakan cerminan dari pertumbuhan konsumsi KOPI bubuk lokal yang tumbuhnya relatif landai pula.

Belakangan, berbagai diferensiasi KOPI olahan dikembangkan di dalam negeri, tetapi tampaknya hanya ada dua jenis yang mendapat pasar, yakni KOPI instan (tanpa ampas) dan KOPI mix. KOPI instan muncul di pasar dalam negeri seiring dengan berdirinya PT Nestle Indonesia (1993), dan kemudian PT Sari Incofood Corporation (1984). Dalam lima tahun terakhir, produksi KOPI instan ini berkisar pada 10.000an ribu ton per tahun dengan tren pertumbuhan dalam periode 2004-2008 relatif lamban, yakni mencapai 4,3 persen per tahun. Produksi KOPI instan di Indonesia pada 2008 mencapai 10.995 ton, dan produksi 2009 diperkirakan tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, yakni 11.000 ton.

Secara keseluruhan, jumlah produksi KOPI bubuk dan KOPI instan pada 2008 mencapai 140.654 ton, naik rata-rata 4,8 persen per tahun sejak 2004 atau selama periode lima tahun terakhir. Pada 2009, produksi kedua jenis KOPI ini diperkirakan mencapai 141.000 ton. Perkiraan produksi ini didasarkan pada pengaruh stagnasi pertumbuhan ekonomi 2009 sebagai kelanjutan dampak krisis finansial global pada 2007-2008 sebelumnya.

Pasar perKOPIan di dalam negeri dewasa ini tidak hanya diramaikan oleh KOPI bubuk dan KOPI instan, tetapi juga oleh kehadiran KOPI mix yang makin mendapat tempat di penggemar KOPI dalam negeri. Keunggulan KOPI ini tidak hanya terletak pada disain pengemasannya yang sedemikian rupa sehingga sangat praktis dikonsumsi, karena dikemasan dalam kemasan sachet, tetapi juga kreatifitas para produsen KOPI yang menyajikan dalam berbagai varian, baik ditinjau dari sisi decafeinated atau pun non decafeinated; maupun ditinjau dari beragam campuran rasa. Lonjakan produksi pun tak terhindarkan, bahkan secara kuantitas menyamai atau pernah menyamai jumlah produksi KOPI bubuk itu sendiri, yakni 102.053 ton pada 2005 (Sumber: BPS). Memang, produksi masih terlihat fluktuatif, dan pada tahun 2008 tercatat sebesar 87.505 ton.

Bagaimana pun juga gonjang-ganjing perekonomian dalam lima tahun terakhir karena hantaman berbagai krisis, tak pelak mempengaruhi perkembangan produksi dari KOPI mix ini pula. Sebab, sebagaimana diketahui, bahwa proporsi KOPI dalam KOPI mix ini sebetulnya relatif kecil (antara 5 hingga 13% volume), artinya yang terbesar adalah komponen lainnya seperti susu, gula dan campuran lainnya seperti cokelat, ginseng, creamer, jahe dan lain-lain. Karena umumnya, KOPI mix dikemas dalam bentuk sachet, faktor biaya kemasan juga mempengaruhi produksi dari pada KOPI ini.

Dilihat dari segi produsen, PT Santos Jaya Abadi masih menjadi leader di bisnis perKOPIan di Indonesia, dimana dalam tiga tahun terakhir (2007- 2009) perusahaan ini menguasai antara 44% hingga 45% pangsa pasar KOPI di Indonesia. Sedangkan PT Torabika Eka Semesta tetap menguntit pada urutan kedua dengan pangsa priduksi pada kisaran 17% hingga 22%, diikuti oleh PT Sari Incoffod Corporation pada share produksi antara 13% hingga 14% dan PT Nestle Indonesia pada kisaran share produksi pada 5% hingga 6%.

Dari segi produksi per perusahaan ini pula dapat menggambarkan peta persaingan KOPI di Indonesia, dimana masih dikuasai oleh segelintir perusahaan-perusahaan besar saja. Meskipun sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa total produsen KOPI di Indonesia mencapai lebih dari 400 perusahaan, dimana yang dipastikan masih aktif berproduksi sebanyak 205 perusahaan, tetapi jumlah usaha kecil yang jumlah ratusan tersebut hanya memiliki pangsa dari sisi produksi tidak lebih dari 8% saja. Artinya, dalam peta persaingan ini jelas perusahaan-perusahaan kecil tersebut sulit untuk mampu bersaing secara sehat terhadap segelintir perusahaan besar yang mana sangat agresif dalam periklanan produknya, baik di media televisi, radio maupun media cetak.

Tak heran, pada tahun 2009 yang lalu kerasnya persaingan di bidang bisnis KOPI di Indonesia ini menelan korban sebanyak 110 buah perusahaan rumah tangga, kecil atau menengah yang tidak mampu beroperasi lagi, dimana 69 perusahaan telah berhenti kegiatan operasionalnya dan 17 perusahaan betul-betul berhenti produksi secara permanen, serta tiga perusahaan membatalkan rencana usaha memproduksi KOPI.

Artikel Terkait:

PRODUSEN DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KOPI (SERIAL BUDIDAYA KOPI)Perkembangan Ekspor KOPI BubukPETA PRODUSEN KOPI DI INDONESIA (SERIAL BUDIDAYA KOPI)PRODUSEN DAN PERKEMBANGAN PRODUK KOPI (SERIAL BUDIDAYA KOPI) BAG 2KARAKTERISTIK USAHA INDUSTRI KOPI DI INDONESIA (SERIAL BUDIDAYA KOPI)

View the original article here

Senin, 03 Oktober 2011

KARAKTERISTIK USAHA INDUSTRI KOPI DI INDONESIA (SERIAL BUDIDAYA KOPI)

KOPI Karakteristik Usaha Industri /Peta Industri : Struktur industri KOPI di dalam negeri secara garis besar dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok, yaitu: Industri KOPI Olahan Skala Kecil (Home Industry), Industri KOPI Olahan Kelas Menengah, Industri KOPI Olahan Kelas Besar.

Industri yang tergolong dalam kelompok ini adalah industri yang bersifat rumah tangga (home industry) dimana tenaga kerjanya adalah anggota keluarga dengan melibatkan satu atau beberapa karyawan. Produk dipasarkan di warung atau pasar terdekat /di sekitar pabrik dengan menggunakan merek (private brand) atau tanpa merek. Industri yang tergolong pada kelompok ini pada umumnya tidak terdaftar di Dinas Perindustrian maupun di Dinas BPOM. Industri pada kelompok ini menyebar pada daerah sentra produksi KOPI.

Industri KOPI yang tergolong pada kelompok ini merupakan industri pengolahan KOPI yang menghasilkan KOPI bubuk atau produk KOPI olahan lainnya seperti minuman KOPI yang produknya dipasarkan di wilayah kecamatan atau kabupaten tempat parbik KOPI tersebut berdomisili. Produk umumnya dikemas dalam kemasan yang sederhana dan telah memperoleh ijin dari Dinas Perindustrian setempat sebagai produk rumah tangga. Pabrik KOPI olahan kelas menengah ini banyak dijumpai di sentra produksi KOPI seperti di Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Jawa Timur.

Industri KOPI kelompok ini merupakan industri pengolahan KOPI yang menghasilkan KOPI bubuk, KOPI instan atau KOPI mix, dimana hasil produksinya dipasarkan tidak hanya terbatas di wilayah pabrik tersebut berdomisili, tetapi juga dipasarkan ke berbagai daerah di dalam negeri, dan bahkan diekspor. Produk dikemas dalam kemasan yang menarik, dan telah mendapatkan nomor Merek Dagang dan atau label lainnya. Beberapa perusahaan yang tergolong kelompok industri ini, dan merajai perKOPIan di Indonesia dewasa ini adalah PT Santos Jaya Abadi, PT Torabika Semesta, PT Nestle Indonesia

Artikel Terkait:

KUNCI SUKSES USAHA / INDUSTRI KOPI (SERIAL BUDIDAYA KOPI)PRODUSEN DAN PERKEMBANGAN PRODUK KOPI (SERIAL BUDIDAYA KOPI) BAG 2PERKEMBANGAN INDUSTRI KOPI DI INDONESIA (SERIAL BUDIDAYA KOPI)PETA PRODUSEN KOPI DI INDONESIA (SERIAL BUDIDAYA KOPI)PRODUSEN DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KOPI (SERIAL BUDIDAYA KOPI)

View the original article here

Minggu, 02 Oktober 2011

SEKILAS TENTANG PELUANG USAHA BUDIDAYA KOPI DI INDONESIA

KOPI Populasi penduduk Indonesia yang pada tahun 2005 sebanyak 220 juta, dan kemudian diperkirakan sudah meningkat menjadi 231 juta pada 2009 merupakan potensi pasar yang sangat menjanjikan untuk pemasaran produk-produk makanan dan minuman, termasuk minuman KOPI. Apalagi, minuman ini bukan lagi jenis minuman yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena sudah dikenal sejak abad ke-17 dengan dibudidayakannya tanaman KOPI ini oleh pemerintah Hindia Belanda (VOC) sebagai salah satu andalan komoditas ekspor pada waktu itu. Berbeda misalnya dengan minuman cokelat, minuman KOPI telah membudaya penggunaannya oleh masyarakat di seantero nusantara, baik di perdesaan maupun di perkotaan. Bahkan pada kalangan tertentu yang sudah menjadi penggemar KOPI, berlaku motto, “tak ada hari tanpa minum KOPI”.

Jika diperhitungkan terhadap total penduduk Indonesia pada 2008 yang mencapai 227,8 juta jiwa, dan penggunaan KOPI bubuk dan instan pada tahun yang sama sebanyak 138.383 ton, artinya konsumsi KOPI per kapita Indonesia masih sebesar 0,6 kg per kapita per tahun. Angka konsumsi ini masih jauh rendah dibandingkan Negara-negara Eropa seperti Finlandia (12,0 kg), Norwegia (9,9 kg), Belanda (8,4 kg), Denmark (8,7 kg), Swedia (8,2 kg), Swiss (7,9 kg) dan lain-lain. Dengan Negara-negara tetangga seperti Filipina dan Malaysia pun kita masih lebih rendah. Konsumsi Filipina 0,7 kg per kapita dan Malaysia 0,9 kg per kapita. Artinya, dari segi potensi pasar, Indonesia masih memiliki peluang untuk meningkatkan pasar KOPI di dalam negeri.

Yang tidak kalah menarik pula adalah dimana dalam beberapa tahun terakhir makin marak berkembangnya café coffee sebagai sebuah tren di kota-kota besar, dan bahkan juga penjual KOPI minuman asongan yang berjamur kehadirannya di berbagai sudut kota. Tak pelak lagi, fenomena ini mendorong peningkatan konsumsi KOPI, khususnya di kalangan anak muda dan masyarakat bawah.

Yang tidak kalah menarik lainnya adalah fenomena dinamika pasar KOPI minuman itu sendiri, baik KOPI bubuk maupun KOPI instan yang terus dinamis. Salah satunya adalah berkembangnya segmen pasar penggemar KOPI mix dengan berbagai varian rasa.

Namun besarnya potensi pasar produk KOPI tersebut tidak serta merta dapat dimanfaatkan begitu saja dalam melakukan penetrasi pasar untuk meningkatkan penjualan, karena berbagai kendala yang terus menghadang, baik dari sisi persaingan terhadap produk yang sama dari serbuan produk impor; maupun saingan dari produk minuman sejenis seperti minuman teh dan berbagai jenis minuman ringan atau bahkan dengan minuman supplemen. Faktanya dari riset ini, beberapa produsen kecil dan menengah pada 2008 lalu tidak mampu melanjutkan aktifitas produksinya, alias bangkrut. Artinya persaingan ketat di antara produsen KOPI, baik KOPI berskala nasional, menengah dan juga berskala kecil tak dapat dielakkan dan ketat. Fenomena dinamika persaingan pasar yang terus menerus bergerak ini mau tidak mau harus selalu diikuti oleh para produsen dan lembaga-lembaga yang terkait dengan bisnis KOPI minuman ini di dalam negeri, seperti lembaga perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya.

Artikel Terkait:

KARAKTERISTIK USAHA INDUSTRI KOPI DI INDONESIA (SERIAL BUDIDAYA KOPI)KUNCI SUKSES USAHA / INDUSTRI KOPI (SERIAL BUDIDAYA KOPI)PRODUSEN DAN PERKEMBANGAN PRODUK KOPI (SERIAL BUDIDAYA KOPI) BAG 2PRODUSEN DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KOPI (SERIAL BUDIDAYA KOPI)PERKEMBANGAN INDUSTRI KOPI DI INDONESIA (SERIAL BUDIDAYA KOPI)

View the original article here